Hukum Perdata Yang Berlaku Di
Indonesia
Hukum di indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum
agama, dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun
pidana berbasis pada hukum Eropa, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah
masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan
Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum agama karena sebagian besar
masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau syariat Islam
lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan. Selain
itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam
perundang-undangan atau yurisprudensi,[1] yang merupakan penerusan dari
aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah
nusantara.
Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum
sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata
negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum
pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari,
seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian,
pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat
perdata lainnya.
Hukum
perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum
perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.)
yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah
terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau
dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di
Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan asas konkordansi. Untuk
Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia-Belanda, BW diberlakukan mulai
1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa
penyesuaian.
Sejarah Singkat Hukum Perdata
Dilihat
dari sejarahnya hukum perdata yang berlaku di Indonesia terkait dengan hukum
perdata bangsa Eropa. Berawal dari benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental
yang menggunakan Hukum Perdata Romawi sebagai hukum asli dari negara-negara di
Eropa, tapi selain itu juga memberlakukan Hukum Tertulis dan Hukum Kebiasaan
Setempat, oleh karena itu hukum di Eropa tidak berjalan sebagai mana mestinya,
karena tiap-tiap daerah memiliki peraturannya masing-masing.
Karena hukum tidak seragam dan berlaku sesuai dengan daerah
masing-masing maka pada tahun 1804 Napoleon menghimpun satu kumpulan peraturan
dibagi menjadi dua kodifikasi yang pertama bernama “Code Civil des Francais”
yang juga disebut “Code Napoleon” dan yang kedua tentang peraturan-peraturan
yang belum ada di Jaman Romawi anatara lain masalah asuransi, wessel, badan
hukum dan perdagangan yang akhirnya dibuat kitab undang-undang hukum tersendiri
dengan nama “Code de Commerce”
Sewaktu Bangsa Perancis menjajah Bangsa Belanda (1809-1811),
Raja Lodewijk Napoleon menetapkan “Wetboek Napoleon Ingeright Voor het Koninkrijk
Holland” yang isinya mirip dengan “Code Civil des Francais atau Code Napoleon”
untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland) Setelah penjajahan
berakhir pada tahun 1811 dan Belanda dinyatakan bersatu dengan Perancis, Code
Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda sampai 24
tahun kemerdekaannya. Untuk selanjutnya Belanda mulai memikirkan dan membuat
kodifikasi dari Hukum Perdatanya sendiri. Pada tahun 1814.Belanda mulai
menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda,
berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh .J.M. Kemper disebut
Ontwerp Kemper namun sayangnya kemper meninggal dunia di tahun1824
sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai
Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Akhirnya hukum tersebut terealisasi pada
tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan
pada tanggal 1 Oktober 1838 yaitu Burgerlijk Wetboek (BW) dan Wetboek van
Koophandle (WVK), keduanya adalah produk nasional asli negara Belanda namun isi
dan bentuknya sebagian besar sama dengan code Civil des Francais dan Code de
Cmmerce.
Sebagaimana di kutip dalam sejarah, bahwa Indonesia pernah di
jajah Belanda sampai 2,5 abad lamanya sehingga hal tersebut mempengaruhi hukum
awal yang diberlakukan di Indonesia, sehingga sampai Indonesia merdeka hukum
yang berlaku di Indonesia masih mengacu pada hukum yang pertama kali diterapkan
oleh Belanda.
Dan pada tahun 1948 kedua kodifikasi tersebut di berlakukan di
Indonesia berdasar azas koncordantie (azas politik hukum) yang sampai saat ini
kita kenal dengan KUH Sipil (KUHP) atau Burgerlijk Wetboek (BW) dan KUH Dagang
atau Wetboek van Koophandle (WVK)
Pengertian dan Keadaan Hukum Di
Indonesia
Hukum
Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara
individu-individu dalam masyarakat. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia
yaitu hukum agama dan hukum adat, yang merupakan campuran dari sistem
hukum-hukum eropa.
Kondisi
Hukum Perdata di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk yaitu masih
beraneka. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu:
1. Faktor
Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat Bangsa Indonesia, karena negara
kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
2. Faktor
Hostia Yuridisyang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi
penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu:
1. Golongan
Eropa dan yang dipersamakan
2. Golongan
Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
3. Golongan
Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
Adapun hukum yang diberlakukan bagi
masing-masing golongan yaitu:
1. Bagi
golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang
Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda
berdasarkan azas konkordansi.
2. Bagi
golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat
mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana
sebagian besar Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam
tindakan-tindakan rakyat.
3. Bagi
golongan timur asing (bangsa Cina, India, Arab) berlaku hukum masing-masing,
dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing (Cina, India, Arab)
diperbolehkan untuk menundukan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara
keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
Disamping
itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia
seperti:
1. Ordonansi Perkawinan bangsa Indonesia
Kristen (Staatsblad 1933)
2. Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia
(IMA) Staatsblad 1939.
Dan
ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara,
yaitu:
1. Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet
tahun 1912)
2. Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad
1933)
3. Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938)
4. Ordonansi tentang pengangkutan di udara
(Staatsblad 1938).
Sistematika Hukum Perdata Di
Indonesia
Sistematika Hukum Perdata di Indonesia dalam
KUH Perdata dibagi dalam 4 buku yaitu:
1. Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan
hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang
dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak
keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan.
Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah
dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan.
2.
Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu
hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan
dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang
dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak
(misalnya tanah, bangunan dankapal dengan berat tertentu); (ii)
benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap
sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya
hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU
nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian
mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di
undangkannya UU tentang hak tanggungan.
3. Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau
kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai
makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara
subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan
(yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang
timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu
perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga
dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku
III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
4. Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan
kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan
hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika
yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih
diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
Sistematika
Hukum Perdata di Indonesia menurut ilmu pengetahuan di bagi menjadi 4 bagian :
1. Hukum
Perorangan atau Badan Pribadi (personenrecht):
Memuat peraturan-peraturan hukum yang
mengatur tentang seseorang manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban (subyek
hukum),tentang umur,kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum,tempat
tinggal(domisili)dan sebagainya.
2. Hukum
Keluarga (familierecht):
Memuat peraturan-peraturan hukum yang
mengatur hubungan hukum yang timbul karena hubungan keluarga / kekeluargaan
seperti perkawinan,perceraian,hubungan orang tua dan
anak,perwalian,curatele,dan sebagainya.
3. Hukum
Harta Kekayaan (vermogenrecht):
Memuat peraturan-peraturan hukum yang
mengatur hubungan hukum seseorang dalam lapangan harta kekayaan seperti
perjanjian,milik,gadai dan sebagainya.
4. Hukum
Waris(erfrecht):
Memuat peraturan-peraturan hukum yang
mengatur tentang benda atau harta kekayaan seseorang yang telah meninggal
dunia,dengan perkataan lain:hukum yang mengatur peralihan benda dari orang yang
meninggal dunia kepada orang yang masih hidup.
Sumber:
http://renytriutami.blogspot.com/2011/03/sistematika-hukum-perdata-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar