Jumat, 28 Maret 2014

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DARI MASA PENJAJAHAN SAMPAI ERA REFORMASI

Pendahuluan

A.    Latar Belakang

Indonesia merupakan negara demokrasi begitu juga dengan sistem ekonominya. Sistem demokrasi ekonomi adalah sistem ekonomi yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dan juga mempunyai landasan ekonominya yaitu berlandaskan kepada : “ UUD 1945 hasil amandemen yang disahkan MPR pada 10-08-2002,  yaitu pasal 33 ayat 1, 2, 3, dan 4”. Perkembangan sistem perekonomian pada umumnya subsistem, inilah sistem perekonomian yang terjadi pada awal peradaban manusia.
          Sistem ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan yang berdampak pada kehidupan masyarakat baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Dari pengertian diatas memiliki beberapa sifat penting yaitu; i) suatu proses, yang merupakan perubahan yang terjadi secara terus menerus, ii) sesuatu yang dapat merubah tingkat penghidupan masyarakat. Pendapat lain juga menegaskan bahwa sistem ekonomi adalah cara suatu bangsa atau negara dalam menjalankan perekonomianya. Sistem perekonomian Indonesia dibuat oleh kebijakan pemerintah untuk menjaga kestabilan perekonomian dalam negeri agar mencapai kemakmuran yang sejahtera.

Indonesia dalam perjalanan sejarahnya juga bergerak dengan proses, pergerakan, dan perkembangan pendidikannya. Maju atau tidaknya suatu bangsa juga dapat dilihat dari maju atau tidaknya pendidikan suatu bangsa. Begitu pula dengan Indonesia yang memiliki sejarah perkembangan pendidikan dari masa klasik hingga masa sekarang yang terus selalu berkembang. Sesuai dengan perkembangan zaman, pendidikan juga selalu berkembang secara dinamis. Apabila kita lihat perkembangan Indonesia, pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Pendidikan adalah kebutuhan mendasar suatu bangsa, begitu pula bangsa Indonesia, untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa.

Perekonomian Indonesia mengalami perkembangan mulai masa pemerintahan Presiden Soekarno yang dikenal dengan zaman orde lama. Kemudian mengalami perkembangan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto yang dikenal dengan zaman orde baru. Hingga zaman reformasi yang mengalami perubahan besar – besaran dalam aspek ekonomi. Begitupun dengan aspek – aspek kehidupan lainnya seperti politik, sosial, kebudayaan, dan lain – lain. Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai perkembangan ekonomi Indonesia dari masa Orde lama hingga reformasi dan orientasi pembangunan perekonomian tersebut.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Bagaimanakah perekonomian Indonesia pada saat pasca kemerdekaan sampai pada masa reformasi ?
2.    Apakah di masa reformasi, perekonomian Indonesia sudah jauh lebih membaik ?

C.    Tujuan Makalah
Adapun tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Untuk memperoleh gambaran perekonomian Indonesia pada saat pasca kemerdekaan hingga masa reformasi.
2.    Untuk mengetahui apakah perekonomian di Indonesia pada masa reformasi sudah jauh lebih baik daripada masa – masa sebelumnya.




Pembahasan

Perekonomian Indonesia pasca kemerdekaan masih sangat terpuruk karena masih dalam tahap berkembang setelah kekuasaan penjajah usai, namun keterpurukan perekonomian pada masa itu banyak di sebabkan oleh antara lain, terjadinya inflasi yang tinggi, adanya blokade Belanda agar perdagangan luar negeri Indonesia tertutup, kas negara kosong, serta eksploitasi besar-besaran oleh penjajah Belanda.
Inflasi pada saat itu mungkin disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Dalam hal ini kelompok yang paling di rugikan adalah petani, karena pada saat itu kelompok petanilah yang menjadi produsen dengan banyak menyimpan mata uang Jepang. Ke tiga mata uang tersebut ialah De Javasche Bank,  Hindia Belanda, dan Jepang.  Sampai pada akhirnya pemerintah Indonesia mengeluarkan ORI (Oeang Rakyat Indonesia) pada tanggal Oktober 1946 sebagai pengganti mata uang Jepang serta usaha untuk mengatasi inflasi. Dalam studi ekonomi kasus seperti ini dapat menyebabkan terjadinya inflasi karena semakin banyak uang beredar di masyarakat akan mempengaruhi kenaikan tingkat harga, apa lagi dengan adanya 3 mata uang yang beredar.
Memasuki tahun 1950an setelah masa krisis pasca kemerdekaan tersebut Indonesia mencoba untuk berkembang dalam sistem perekonomiannya menjadi Demokrasi Liberal. Pada masa ini pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berdasarkan prinsip-prinsip liberal, namun semua kebijakan pada masa itu malah memperparah perekonomian. Karena rakyat pribumi masih kalah saing oleh rakyat non pribumi, terutama rakyat Cina. Sampai akhirnya pemerintah mengeluarkan upaya untuk mengatasi keterpurukan itu dengan berbagai kebijakan-kebijakan yang di buat seperti: gunting sjafruddin (pemotongan nilai uang), program benteng, menasinoalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia, sistem ekonomi Ali-Baba, serta pembatalan sepihak hasil KMB. Semua kebijakan itu cukup membuat perekonomian pada masa itu sedikit membaik.
Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1959 Indonesia menjalankan sistem perekonomian demokrasi terpimpin yang di tandai dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Banyak kebijakan-kebijakan yang di buat pada masa itu, pemerintah mengharapkan akan mencapai kemakmuran serta kesejahteraan. Namun, kebijakan-kebijakan tersebut belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia. Kebijakan-kebijakan moneter yang mengalami kegagalan tersebut yaitu: devaluasi menurunkan nilai uang dan pembentukan deklarasi ekonomi. Mungkin pada masa itu kebijakan-kebijakan tersebut gagal dikarenakan banyaknya faktor salah satunya yaitu: banyaknya proyek-proyek mercusuar dan juga akibat adanya pergolakan dengan negara tetangga Malaysia dan negara-negara Barat.
Setelah mengalami pasang surut terlebih banyak terpuruknya perekonomian pada masa kekuasaan presiden Soekarno. Hingga akhirnya Soekarno turun dari tahta kepemimpinan yang di gantikan oleh Suharto, oleh Suharto semua kebijakan untuk pembangunan nasional, politik, serta ekonomi dibenahi, sistem perekonomian ini biasa disebut sistem perekonomian orde baru. Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun dalam praktiknya ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela. Selain itu, kesenjangan antara rakyat kaya dan miskin juga semaki lebar.
Kelebihan sistem perekonomian orba adalah berkembangnya GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$ 1.000. Bahkan nlai tukar rupiah menguat dibandungkan dengan faluta asing seperti Jepang. Namun, walaupun banyak kemajuan yang diakibatkan kebijakan yang dikeluarkan pemerintahan orba ada juga kekurangannya, diantaranya: banyaknya korupsi, kolusi, dan nepotisme, pembangunan Indonesia tidak merata, bertambahnya kesenjangan sosial, serta kebebasan berpendapat yang dibatasi.
Masyarakat Indonesia akhirnya menekan presiden Soeharto untuk lengser dari jabatannya, kelompok yang paling berperan adalah mahasiswa. Setelah banyak terjadi kerusuhan di mana-mana di Jakarta sampai akhirnya mahasiswa berhasil menduduki gedung DPR. Akhirnya presiden yang telah menjabat ±32 tahun itu pun lengser  pada tahun1998.
Dampak negatif kondisi ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru antara lain :
1.    Ketergantungan terhadap Minyak dan Gas Bumi (Migas)
Migas merupakan salah satu sumber pendapatan utama bagi anggaran belanja negara. Jadi harga Migas sangat berpengaruh bagi pendapatan negara sehingga turunnya harga minyak mengakibatkan menurunnya pendapatan negara. 
2.    Ketergantungan terhadap Bantuan Luar Negeri
Akibat berkurangnya pendapatan dari Migas, pemerintah melakukan penjadualan kembali proyek – proyek pembangunan yang ada, terutama yang menggunakan valuta asing. Mengusahakan peningkatan ekspor komoditi non migas dan terakhir meminta peningkatan pinjaman luar negeri kepada negara – negara maju.
Akhir 1970-an, proses pembangunan di Indonesia mengalami “non market failure” sehingga banyak kerepotan dalam proses pembangunan, misalnya merebaknya kemiskinan dan meluasnya kesenjangan pendapatan, terutama disebabkan oleh “market failure”.
Mendekati pertengahan 1980-an, terjadi kegagalan pemerintah (lembaga non pasar) dalam menyesuaikan mekanisme kinerjanya terhadap dinamika pasar. Ekonomi Indonesia menghadapi tantangan berat akibat kemerosotan penerimaan devisa dari ekspor minyak bumi pada awal 1980-an. Kebijakan pembangunan Indonesia yang diambil dikenal dengan sebutan “structural adjustment” dimana ada 4 jenis kebijakan penyesuaian sebagai berikut:
a.   Program stabilisasi jangka pendek atau kebijakan manajemen permintaan dalam bentuk kebijakan fiskal, moneter dan nilai tukar mata uang dengan tujuan menurunkan tingkat permintaan agregat.
b.  Kebijakan struktural demi peningkatan output melalui peningkatan efisiensi dan alokasi sumber daya dengan cara mengurangi distorsi akibat pengendalian harga, pajak, subsidi dan berbagai hambatan perdagangan, tarif maupun non tarif. Kebijakan “Paknov 1988” yang menghapus monopoli impor untuk beberapa produk baja dan bahan baku penting lain, telah mendorong mekanisme pasar berfungsi efektif pada saat itu.
c.   Kebijakan peningkatan kapasitas produktif ekonomi melalui penggalakan tabungan dan investasi. Perbaikan tabungan pemerintah melalui reformasi fiskal, meningkatkan tabungan masyarakat melalui reformasi sektor finansial dan menggalakkan investasi dengan cara memberi insentif dan melonggarkan pembatasan.
d.  Kebijakan menciptakan lingkungan legal yang bisa mendorong agar mekanisme pasar beroperasi efektif termasuk jaminan hak milik dan berbagai tindakan pendukungnya seperti reformasi hukum dan peraturan, aturan main yang menjamin kompetisi bebas dan berbagai program yang memungkinkan lingkungan seperti itu.
Dampak dari kebijakan tersebut cukup meyakinkan terhadap ekonomi makro, seperti investasi asing terus meningkat, sumber pendapatan bertambah dari perbaikan sistem pajak, produktivitas industri yang mendukung ekspor non-migas juga meningkat. Pemerintahan Orde Baru membangun ekonomi hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pengendalian inflasi tanpa memperhatikan pondasi ekonomi yang memberikan dampak sebagai berikut:
·         Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa Indonesia, sebagai salah satu faktor produksi, tidak disiapkan untuk mendukung proses industrialisasi.
·         Barang – barang impor (berasal dari luar negeri) lebih banyak digunakan sebagai bahan baku dalam proses industri sehingga industri Indonesia sangat bergantung pada barang impor tersebut.
·         Pembangunan tidak didistribusikan merata ke seluruh wilayah Indonesia dan ke seluruh rakyat Indonesia sehingga hanya sedikit elit politik dan birokrat serta pengusaha – pengusaha Cina yang dekat dengan kekuasaan saja yang menikmati hasil pembangunan. 
Pada masa reformasi perekonomian Indonesia berangsur membaik, harga-harga barang pokok juga kembali normal. Perkembangan di era Reformasi ini merupakan suatu bentuk  perbaikan di segala bidang sehingga belum menemukan suatu arah yang jelas. Pembangunan masih tarik menarik mana yang harus didahulukan. Namun setidaknya reformasi telah membawa Indonesia untuk menjadi lebih baik dalam merubah nasibnya tanpa harus semakin terjerumus dalam kebobrokan moral manusia-manusia sebelumnya
Pemerintahan reformasi dari tahun 1998 sampai sekarang sudah mengalami beberapa pergantian presiden, antara lain yaitu:
1.    Bapak B.J Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
Pada saat pemerintahan presdiden B.J Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan perubahan-perubahan yang cukup berarti di bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk menstabilkan keadaan politik di Indonesia. Presiden B.J Habibie jatuh dari pemerintahannya karena melepaskan wilayah Timor-timor dari Wilayah Indonesia melalui jejak pendapat.
2.    Bapak Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999-23 Juli 2001)
Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman wahid pun belum ada tindakan yang cukup berati untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kepemimpinan Abdurraman Wahid berakhir karena pemerintahannya mengahadapi masalah konflik antar etnis dan antar agama.
3.    Ibu Megawati (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)
Masa kepemimpinan Megawati mengalami masalah-masalah yang mendesak yang harus diselesaikan yaitu pemulihan ekonomi dan penegakan hokum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasai persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
·         Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun
·         Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Megawati bermaksud mengambil jalan tengah dengan menjual beberapa asset Negara untuk membayar hutang luar negeri. Akan tetapi, hutang Negara tetap saja menggelembung karena pemasukan Negara dari berbagai asset telah hilang dan pendapatan Negara menjadi sangat berkurang.

4.    Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004-sekarang)
Masa kepemimpinan SBY terdapat kebijakan yang sikapnya kontroversial yaitu
·         mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke sector pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung kesejahteraan masyarakat.
·         Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
·         Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepaladaerah. Investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
·         Lembaga kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan pada pemerintahan SBY mampu memberantas para koruptor tetapi masih tertinggal jauh dari jangkauan sebelumnya karena SBY menerapkan sistem Soft Law bukan Hard Law. Artinya SBY tidak menindak tegas orang-orang yang melakukan KKN sehingga banyak terjadi money politic dan koruptor-koruptor tidak akan jera dan banyak yang mengulanginya. Dilihat dari semua itu Negara dapat dirugikan secara besar-besaran dan sampai saat ini perekonomian Negara tidak stabil.
·         Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dikarenakan persediaan bahan bakar minyak semakin menipis dan harga di pasaran tinggi.
·         Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat para petani menjerit karena harga gabah menjadi anjlok atau turun drastis
Pada tahun 2006 Indonesia melunasi seluruh sisa hutang pada IMF (International Monetary Fund). Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sektor riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sektor riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Pengeluaran Negara pun juga semakin membengkak dikarenakan sering terjadinya bencana alam yang menimpa negeri ini.



Kesimpulan

Perekonomian Indonesia pasca kemerdekaan masih sangat terpuruk karena masih dalam tahap berkembang setelah kekuasaan penjajah usai, namun keterpurukan perekonomian pada masa itu banyak di sebabkan oleh antara lain, terjadinya inflasi yang tinggi, adanya blokade Belanda agar perdagangan luar negeri Indonesia tertutup, kas negara kosong, serta eksploitasi besar-besaran oleh penjajah Belanda.
Memasuki tahun 1950an setelah masa krisis pasca kemerdekaan tersebut Indonesia mencoba untuk berkembang dalam sistem perekonomiannya menjadi Demokrasi Liberal. Namun semua kebijakan pada masa itu malah memperparah perekonomian. Sampai akhirnya pemerintah mengeluarkan upaya untuk mengatasi keterpurukan itu dengan berbagai kebijakan-kebijakan yang di buat seperti: gunting sjafruddin (pemotongan nilai uang), program benteng, menasinoalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia, sistem ekonomi Ali-Baba, serta pembatalan sepihak hasil KMB. Semua kebijakan itu cukup membuat perekonomian pada masa itu sedikit membaik.
Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1959 Indonesia menjalankan sistem perekonomian demokrasi terpimpin  yang di tandai dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 (order lama) Banyak kebijakan-kebijakan yang di buat pada masa itu, pemerintah mengharapkan akan mencapai kemakmuran serta kesejahteraan. Namun, kebijakan-kebijakan tersebut belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia. Kebijakan-kebijakan moneter yang mengalami kegagalan tersebut yaitu: devaluasi menurunkan nilai uang dan pembentukan deklarasi ekonomi. Mungkin pada masa itu kebijakan-kebijakan tersebut gagal dikarenakan banyaknya faktor salah satunya yaitu: banyaknya proyek-proyek mercusuar dan juga akibat adanya pergolakan dengan negara tetangga Malaysia dan negara-negara Barat.
Setelah mengalami pasang surut terlebih banyak terpuruknya perekonomian pada masa kekuasaan presiden Soekarno. Hingga akhirnya Soekarno turun dari tahta kepemimpinan yang di gantikan oleh Suharto, oleh Suharto kebijakan untuk pembangunan nasional, politik, serta ekonomi dibenahi, sistem perekonomian ini biasa disebut sistem perekonomian orde baru. Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun dalam praktiknya ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela. Selain itu, kesenjangan antara rakyat kaya dan miskin juga semaki lebar.
Kelebihan sistem perekonomian orba adalah berkembangnya GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$ 1.000. Bahkan nlai tukar rupiah menguat dibandungkan dengan faluta asing seperti Jepang. Namun, walaupun banyak kemajuan yang diakibatkan kebijakan yang dikeluarkan pemerintahan orba ada juga kekurangannya, diantaranya: banyaknya korupsi, kolusi, dan nepotisme, pembangunan Indonesia tidak merata, bertambahnya kesenjangan sosial, serta kebebasan berpendapat yang dibatasi.
Dampak negatif kondisi ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru antara lain :
·         Ketergantungan terhadap Minyak dan Gas Bumi (Migas)
·         Ketergantungan terhadap Bantuan Luar Negeri

Akhir 1970-an, proses pembangunan di Indonesia mengalami “non market failure” sehingga banyak kerepotan dalam proses pembangunan, misalnya merebaknya kemiskinan dan meluasnya kesenjangan pendapatan, terutama disebabkan oleh “market failure”. Mendekati pertengahan 1980-an, terjadi kegagalan pemerintah (lembaga non pasar) dalam menyesuaikan mekanisme kinerjanya terhadap dinamika pasar. Ekonomi Indonesia menghadapi tantangan berat akibat kemerosotan penerimaan devisa dari ekspor minyak bumi pada awal 1980-an. Kebijakan pembangunan Indonesia yang diambil dikenal dengan sebutan “structural adjustment”
Pada masa reformasi perekonomian Indonesia berangsur membaik, harga-harga barang pokok juga kembali normal. Perkembangan di era Reformasi ini merupakan suatu bentuk  perbaikan di segala bidang sehingga belum menemukan suatu arah yang jelas. Pembangunan masih tarik menarik mana yang harus didahulukan. Namun setidaknya reformasi telah membawa Indonesia untuk menjadi lebih baik dalam merubah nasibnya tanpa harus semakin terjerumus dalam kebobrokan moral manusia-manusia sebelumnya.



                                Daftar Pustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_Indonesia
http://www.sarjanaku.com/pengertian-sistem-ekonomi-tradisional.html
http://www.antaranews.com/berita/293176/ekonomi-indonesia-2012-siap-tinggal-landas


Kamis, 20 Maret 2014

HUKUM PERDATA

Hukum Perdata Yang Berlaku Di Indonesia
Hukum di indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada hukum Eropa, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi,[1] yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah nusantara.
Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan asas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia-Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.

Sejarah Singkat Hukum Perdata
Dilihat dari sejarahnya hukum perdata yang berlaku di Indonesia terkait dengan hukum perdata bangsa Eropa. Berawal dari benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental yang menggunakan Hukum Perdata Romawi sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa, tapi selain itu juga memberlakukan Hukum Tertulis dan Hukum Kebiasaan Setempat, oleh karena itu hukum di Eropa tidak berjalan sebagai mana mestinya, karena tiap-tiap daerah memiliki peraturannya masing-masing.
Karena hukum tidak seragam dan berlaku sesuai dengan daerah masing-masing maka pada tahun 1804 Napoleon menghimpun satu kumpulan peraturan dibagi menjadi dua kodifikasi yang pertama bernama “Code Civil des Francais” yang juga disebut “Code Napoleon” dan yang kedua tentang peraturan-peraturan yang belum ada di Jaman Romawi anatara lain masalah asuransi, wessel, badan hukum dan perdagangan yang akhirnya dibuat kitab undang-undang hukum tersendiri dengan nama “Code de Commerce”
Sewaktu Bangsa Perancis menjajah Bangsa Belanda (1809-1811), Raja Lodewijk Napoleon menetapkan “Wetboek Napoleon Ingeright Voor het Koninkrijk Holland” yang isinya mirip dengan “Code Civil des Francais atau Code Napoleon” untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland) Setelah penjajahan berakhir pada tahun 1811 dan Belanda dinyatakan bersatu dengan Perancis, Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda sampai 24 tahun kemerdekaannya. Untuk selanjutnya Belanda mulai memikirkan dan membuat kodifikasi dari Hukum Perdatanya sendiri. Pada tahun 1814.Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh .J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper  namun sayangnya kemper meninggal dunia di tahun1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Akhirnya hukum tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 yaitu Burgerlijk Wetboek (BW) dan Wetboek van Koophandle (WVK), keduanya adalah produk nasional asli negara Belanda namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan code Civil des Francais dan Code de Cmmerce.
       Sebagaimana di kutip dalam sejarah, bahwa Indonesia pernah di jajah Belanda sampai 2,5 abad lamanya sehingga hal tersebut mempengaruhi hukum awal yang diberlakukan di Indonesia, sehingga sampai Indonesia merdeka hukum yang berlaku di Indonesia masih mengacu pada hukum yang pertama kali diterapkan oleh Belanda.
Dan pada tahun 1948 kedua kodifikasi tersebut di berlakukan di Indonesia berdasar azas koncordantie (azas politik hukum) yang sampai saat ini kita kenal dengan KUH Sipil (KUHP) atau Burgerlijk Wetboek (BW) dan KUH Dagang atau Wetboek van Koophandle (WVK)

Pengertian dan Keadaan Hukum Di Indonesia
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia yaitu hukum agama dan hukum adat, yang merupakan campuran dari sistem hukum-hukum eropa.
Kondisi Hukum Perdata di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu:
1.      Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat Bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
2.      Faktor Hostia Yuridisyang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu:
1.      Golongan Eropa dan yang dipersamakan
2.      Golongan Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
3.      Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
 Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu:
1.    Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkordansi.
2.    Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
3.   Bagi golongan timur asing (bangsa Cina, India, Arab) berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing (Cina, India, Arab) diperbolehkan untuk menundukan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti:
1.    Ordonansi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933)
2.    Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939.
Dan ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu:
1.   Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
2.   Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933)
3.   Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938)
4.   Ordonansi tentang pengangkutan di udara (Staatsblad 1938).

Sistematika Hukum Perdata Di Indonesia
Sistematika Hukum Perdata di Indonesia dalam KUH Perdata dibagi dalam 4 buku yaitu:
1.  Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
2.      Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanahbangunan dankapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
3.  Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
4.  Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
Sistematika Hukum Perdata di Indonesia menurut ilmu pengetahuan di bagi menjadi 4 bagian :
1.      Hukum Perorangan atau Badan Pribadi (personenrecht):
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang seseorang manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban (subyek hukum),tentang umur,kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum,tempat tinggal(domisili)dan sebagainya.
2.      Hukum Keluarga (familierecht):
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum yang timbul karena hubungan keluarga / kekeluargaan seperti perkawinan,perceraian,hubungan orang tua dan anak,perwalian,curatele,dan sebagainya.
3.      Hukum Harta Kekayaan (vermogenrecht):
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum seseorang dalam lapangan harta kekayaan seperti perjanjian,milik,gadai dan sebagainya.
4.      Hukum Waris(erfrecht):
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia,dengan perkataan lain:hukum yang mengatur peralihan benda dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup.

Sumber:
http://renytriutami.blogspot.com/2011/03/sistematika-hukum-perdata-indonesia.html

SUBYEK DAN OBYEK HUKUM

Subyek Hukum
Subyek hukum adalah setiap makhluk yang memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak – hak kewajiban dalam lalu lintas hukum. Subyek hukum terdiri dari dua jenis, yaitu :
1.      Manusia biasa (Naturlijke Person)
Manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku dalam hal itu menurut pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak kewarganegaraan.
Setiap manusia pribadi (naturlijke person) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum kecuali dalam Undang – Undang dinyatakan tidak cakap seperti halnya dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan – perbuatan hukum adalah sebagai berikut :
a.    Cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun dan berakal sehat)
b.   Tidak cakap melakukan perbuatan hukum berdasarkan Pasal 1330 KUH Perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, yaitu :
·         Orang – orang yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun)
·   Orang ditaruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena gangguan jiwa pemabuk atau pemboros.
·         Kurang cerdas
·         Sakit ingatan
·         Orang wanita dalam perkawinan yang berstatus sebagai istri
·         Badan hukum (Rechts person)
2.      Badan usaha
Dalam hukum pidana, pengertian korporasi berarti sangat luas tidak hanya yang berbentuk badan hukum saja, seperti perseroan terbatas, yayasan, koperasi sebagai korporasi melainkan juga firma, perseroan komanditer, persekutuan, sekumpulan orang.
Pengaturan korporasi sebagai subyek hukum pidana di latarbelakangi oleh sejarah dan pengalaman yang berbeda di tiap Negara, termasuk Indonesia. Namun, pada akhirnya ada kesamaan pandangan yaitu sehubungan dengan perkembangan industrialisasi dan kemajuan yang terjadi dalam bidang ekonomi dan perdagangan yang telah mendorong pemikiran bahwa subyek hukum pidana tidak lagi hanya dibatasi pada manusia alamiah saja (natural person) tetapi juga meliputi korporasi karena untuk tindak pidana tertentu dapat pula dilakukan oleh korporasi.

Obyek Hukum
Obyek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subyek hukum dan dapat menjadi obyek dalam suatu hubungan hukum. Obyek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Jenis obyek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi dua, yaitu benda yang bersifat kebendaan (materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (immateriekegoderan).
a.       Benda yang bersifat kebendaan (materiekegoderen). Benda yang bersifat kebendaan (materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan, dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud, yang meliputi :
·     Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.
·      Benda tidak bergerak.
b.           Benda yang bersifat tidak kebendaan (immateriekegoderen). Benda yang bersifat tidak kebendaan (immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya : merk perusahaan, paten, dan ciptaan music/lagu.

Hak Kebendaan yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan) adalah hak yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikanjaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian). Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit).
Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci, namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
Dalam pelunasan hutang terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus.
1      Jaminan umum
Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131 KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata. Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada, baik bergerak maupun tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya. Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama – sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya. Pendapatan penjualan benda – benda itu dibagi – bagi menurut keseimbangan yakitu besar kecilnya piutang masing – masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan – alasan sah untuk didahulukan. Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan, antara lain :
·         Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang)
·         Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.
2     Jaminan Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.

Sumber :