LINGKUNGAN BISNIS YANG MEMPENGARUHI PERILAKU
ETIKA
Etika pada dasarnya adalah
standar atau moral yang menyangkut benar-salah, baik -buruk. Dalam kerangka
konsep etika bisnis terdapat pengertian tentang etika perusahaan, etika kerja
dan etika perorangan, yang menyangkut hubungan-hubungan sosial antara perusahaan,
karyawan dan lingkungannya. Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan
karyawan sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya (misalnya dengan perusahaan
lain atau masyarakat setempat), etika kerja terkait antara perusahaan dengan
karyawannya, dan etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan.
Perilaku etis yang telah
berkembang dalam perusahaan menimbulkan situasi saling percaya antara
perusahaan dan stakeholders yang
memungkinkan perusahaan meningkatkan keuntungan jangka panjang. Perilaku etis
akan mencegah pelanggan, pegawai dan pemasok bertindak oportunis, serta
tumbuhnya saling percaya.
Budaya dalam lingkungan bisnis
memberi kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena
budaya dalam lingkungan bisnis merupakan seperangkat nilai dan norma yang
membimbing tindakan masyarakat. Budaya dapat mendorong terciptanya perilaku,
dan sebaliknya dapat pula mendorong terciptanya perilaku yang tidak etis.
Sebagai persemaian untuk
menumbuhkan perilaku etis, perlu dibentuk iklim etika dalam perusahaan.
Iklim etika tercipta, jika dalam suatu perusahaan terdapat kumpulan pengertian
tentang perilaku apa yang dianggap benar dan tersedia mekanisme yang
memungkinkan permasalahan mengenai etika dapat diatasi.
Terdapat tiga faktor utama
yang memungkinkan terciptanya iklim etika dalam lingkungan bisnis. Pertama,
terciptanya budaya dalam lingkungan bisnis secara baik. Kedua, terbangunnya suatu kondisi organisasi
berdasarkan saling percaya (trust-based organization). Dan ketiga, terbentuknya manajemen hubungan antar
pegawai (employee relationship management).
Penciptaan iklim etika mutlak
diperlukan, meskipun memerlukan waktu, biaya dan ketekunan manajemen. Dalam
iklim etika, kepentingan stakeholders terakomodasi
secara baik karena dilandasi rasa saling percaya
KESALINGTERGANTUNGAN ANTARA BISNIS DAN
MASYARAKAT
Kesalingtergantungan
bekerja didasarkan pada relasi kesetaraan, egalitarianisme. Manusia
bekerjasama, bergotong-royong dengan sesamanya memegang prinsip
kesetaraan. Tidak akan tercipta sebuah gotong-royong jika manusia terlalu
percaya kepada keunggulan diri dibanding yang lain, entah itu keunggulan ras,
agama, suku, ekonomi dan lain sebagainya.
Dalam masyarakat
yang semakin maju, organisasi harus dikelola secara efektif dan efisien. Pada
dasarnya, organisasi yang mengelola interaksi masyarakat dibagi menjadi
organisasi profit dan nonprofit. Organisasi nonprofit lebih berorientasi pada
tujuan nilai sosial dengan lebih menekankan kegiatan pelayanan pada kelompok
masyarakat. Sedangkan organisasi profit lebih menekankan pada tujuan
mendapatkan keuntungan.
Bisnis merupakan aktivitas
yang meliputi pertukaran barang, jasa, atau uang yang dilakukan oleh 2 pihak
atau lebih dengan maksud untuk memperoleh manfaat atau keuntungan.
Dengan demikian, dalam kegiatan bisnis tercipta suatu hubungan sosial yang
saling ketergantungan. Dalam perkembangan selanjutnya bisnis tidak hanya
menjaga tingkat keuntungan tertentu melainkan juga berkepentingan untuk menjaga
kelangsungan hidup sumber daya alam dan lingkungan sosial.
Lingkungan bisnis
memiliki ketergantungan yang kuat dengan fenomena kehidupan ekonomi anggota
masyarakat yang lainnya, karena itulah bisnis mempunyai kepentingan untuk
mengelola pihak-pihak yang berasal dari latar belakang. Perusahaan tidak hanya
berhubungan dengan masyarakat melalui berbagai kebijakan, pada tingkat tertentu
perusahaan juga berhubungan dengan masyarakat melalui aktivitas-aktivitas yang
secara tidak langsung berhubungan dengan tindakan-tindakan untuk mencapai
tujuan dan misi.
Lingkungan bisnis yang
mempengaruhi etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro. Lingkungan
makro yang dapat mempengaruhi kebiasaan yang tidak etis yaitu bribery,
coercion, deception, theft, unfair dan discrimination. Maka dari itu dalam
perspektif mikro, bisnis harus percaya bahwa dalam berhubungan dengan supplier
atau vendor, pelanggan dan tenaga kerja atau karyawan.
KEPEDULIAN PELAKU BISNIS TERHADAP
ETIKA
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli
dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan
memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh
kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga
yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan
kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk
meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku
bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab
terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk
kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan,
kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll.
PERKEMBANGAN DALAM ETIKA BISNIS
Kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari
sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis dapat dikatakan seumur dengan
bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu dalam bisnis , mengurangi timbangan atau
takaran, berbohong merupakan contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara
etika dan bisnis. Namun demikian bila menyimak etika bisnis seperti dikaji dan
dipraktekan sekarang, tidak bisa disangkal bahwa terdapat fenomena baru dimana
etika bisnis mendapat perhatian yang besar dan intensif sampai menjadi status
sebagai bidang kajian ilmiah yang berdiri sendiri.
Berikut
perkembangan etika bisnis
1. Situasi Dahulu
Pada awal
sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan Filsuf – filsuf Yunani lain
menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam Negara
dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2.
Masa Peralihan
Tahun
1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat
(AS), revolusi mahasiswa (di ibukota perancis), penolakan terhadap
establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan
khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum
dengan nama Bussiness and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate
social responsibility.
3.
Etika
Bisnis Lahir di AS
Tahun
1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah – masalah etis
di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas
krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4.
Etika
Bisnis Meluas ke Eropa
Tahun
1980-an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira –
kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan Antara akademisi dari universitas
serta sekolah bisnis yang disebut European Bussiness Ethics Network (EBEN).
5.
Etika
Bisnis menjadi Fenomena Global
Tahun
1990-an tidak terbatas lagi pada dunia barat. Etika bisnis sudah dikembangkan
di seluruh dunia. Telah didirikan di International Society for Bussiness,
Economics, dan Ethics (ISBEE) pada 25 – 28 Juli 1996 di Tokyo.
ETIKA DALAM PROFESI AKUNTANSI
Dalam menjalankan profesinya seorang
akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik
Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan
etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk
berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat.
Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien,
pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau
mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika
sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi sebagai profesi
memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika
profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai
tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas. Kasus
enron, xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah
membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam
bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik.
Kita harus mengakui bahwa akuntansi
adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan
keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan
etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis
tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.
Dalam menciptakan etika
bisnis, Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan hal sebagai
berikut :
1.
Pengendalian
Diri
Artinya,
pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak
memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku
bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau
memakan pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut. Walau keuntungan
yang diperoleh merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga
harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang
"etik".
2.
Pengembangan
Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku
bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya
dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan
lebih kompleks lagi.
3.
Mempertahankan
Jati Diri
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk
terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Namun demikian bukan
berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi
informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian
bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat
adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4.
Menciptakan
Persaingan yang Sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan
efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah,
dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan
golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar
mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk
itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang
dalam dunia bisnis tersebut.
5.
Menerapkan
Konsep “Pembangunan Berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya
pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa
datang.
6.
Menghindari
Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi,Kolusi dan komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti
ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi,
manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun
berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7.
Mampu
Menyatakan yang Benar itu Benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk
menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi,
jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta
melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa
diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada
pihak yang terkait.
8.
Menumbuhkan
Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif"
harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan
golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama
dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini
kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah
waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan
berkiprah dalam dunia bisnis.
9.
Konsekuen
dan Konsisten dengan Aturan main Bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan
dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan
etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati,
sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain
mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas
semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu demi satu.
10.
Memelihara
Kesepakatan
Memelihara kesepakatan atau menumbuh kembangkan Kesadaran
dan rasa Memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha
menciptakan etika bisnis. Jika etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas
semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11.
Menuangkan
ke dalam Hukum Positif
Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum
positif yang menjadi Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin
kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi"
terhadap pengusaha lema
Tidak ada komentar:
Posting Komentar